
Sayangnya "soasialisasi" yang gencar dan antusias masyarakat yang tinggi tidak diimbangi dengan kreatifitas manajemen pelaksanaan serta sarana yang mencukupi dalam melayani pengurusan e-KTP. Pengaturan jadwal yang amburadul serta terbatasnya operator dan peralatan yang dipakai membuat pengurusan e-KTP menjadi hiruk-pikuk dan cenderung menjadi rusuh. Selain banyaknya warga yang mengurus e-KTP, ketidaksabaran warga, peralatan yang terbatas juga lambatnya pelayanan serta tidak adanya Aparat yang mengatur antrian pemohon e-KTP membuat pengurusan e-KTP menjadi amburadul.
Tidak adanya koordinasi antara Aparat di Kecamatan dan Desa menjadi awal dari kekacauan, kapasitas yang terbatas dimana idelanya dalam sehari hanya bisa melayani 400 orang, dengan penjadwalan yang tidak jelas pada hari Selasa 21 Agustus 2012 sekitar 2000an warga Desa Pengarasan datang ke Kecamatan dalam waktu yang bersamaan, akibatnya antrian berubah menjadi kerumunan warga yang ingin mengurus e-KTP dan semakin lama semakin tidak terkendali sampai akhirnya terpaksa harus di hentikan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Setelah diadakan penjadwalan ulang dan menambah sarana dan peralatan akhirnya proses e-KTP bisa berlangsung sedikit lebih baik, meskipun warga tetap berjubel setidaknya lebih banyak lagi warga yang bisa dilayani dalam proses e-KTP. Tentu saja masih banyak kekurangan dan permasalahan yang timbul dalam proses e-KTP seperti :
Setelah diadakan penjadwalan ulang dan menambah sarana dan peralatan akhirnya proses e-KTP bisa berlangsung sedikit lebih baik, meskipun warga tetap berjubel setidaknya lebih banyak lagi warga yang bisa dilayani dalam proses e-KTP. Tentu saja masih banyak kekurangan dan permasalahan yang timbul dalam proses e-KTP seperti :
- Adanya surat panggilan yang tidak sama dengan data pada KTP lama (NIK tidak sama dengan data e-KTP Pusat),
- Proses edit untuk perbaikan data tidak bisa dilakukan pada peralatan di kecamatan,
- Banyaknya warga yang akhirnya membatalkan mengurus e-KTP karena tidak mau berdesak-desakan ditengah ketidakpastian kapan bisa dilayani.
Dengan banyaknya warga yang akhirnya membatalkan pengurusan e-KTP tentunya sangat disayangkan mengingat e-KTP adalah program pemerintah pusat yang dianggap sangat penting guna memperbaharui dan memodernkan sistem kependudukan di Negara Republik Indonesia. Sudah semestinyalah Aparat lebih aktif lagi seperti dengan mengadakan e-KTP langsung di Kelurahan-kelurahan bukan dipusatkan di Kota Kecamatan seperti di Bantarkawung ini, karena disamping jumlah penduduk desa Pengarasan yang banyak, juga menjadi tidak elok kalau ternyata e-KTP yang dikatakan gratis tapi dalam pengurusannya ternyata menghabiskan biaya yang banyak.
Jarak ke kota Bantarkawung yang jauh ditambah dengan jalan yang sangat jelek serta jembatan yang masih putus jelas membuat ongkos transportasi untuk mengurus e-KTP menjadi tinggi, bayangkan saja ketika sedikitnya 2500 orang yang datang dengan ongkos rata-rata Rp. 20.000,- per orang bolak balik, setidaknya Rp. 50 Juta uang dihamburkan hanya untuk transportasi, ditambah lagi dengan banyaknya orang yang harus bolak-balik karena tidak bisa langsung dilayani hari itu juga.
Sudah selayaknyalah rakyat mendapat pelayanan lebih, karena Aparat pada dasarnya dibayar oleh rakyat lewat pajak yang terus dibebankan tiap tahun. Setidaknya jangan membebani rakyat yang sudah terhimpit ekonominya untuk mengeluarkan uang dengan sia-sia karena tidak adanya koordinasi dan kurangnya kreatifitas Aparat dalam menangani proses e-KTP.